Minggu, 20 November 2016

Membicarakan Masa Depan

Tadi, sekitar pukul 13.30 wib, aku terlibat obrolan kecil dengan mba Is, kaka kandungku perihal si centil Risha yang entah kerasukan ilham dari mana, si centil ini tiba-tiba ingin sekali mondok di pesantren.

ini loh muka si centil Risha (paling depan). Beginilah muka anak SMP yang jarang sekali dirias terus dirias buat acara Pensi di sekolahnya, cakep kan cakep kan? Cakeplah, siapa dulu tantenya? 😂😂😂



“Iroh, tahu tidak, di mana pondok pesantren yang bagus?” tanya mba Is serius.

Waduh, bingung juga aku jawab ketika ditanya seperti ini. Dengan pengetahuan pas-pasan, kucoba jawab, itupun setelah garuk-garuk kepala berkali-kali.^__^>

“Mmm, setahu Iroh sih Gontor mba, soalnya banyak teman Iroh berhasil setelah dari Gontor, biasanya dapat beasiswa ke Universitas Islam di Timur Tengah lho mba, itu keren menurutku.”

“Iya, kalau Gontor sudah tahu, itu di Ponorogo ya, terlalu jauh kalau dari sini, bisa tolong carikan yang dekat dengan Cikarang, adakah yang bagus?”

Ah, mikir lagi nih, duuh di mana lagi ya? Nggak lucu juga kalau mahasiswi semester 5 tapi ketika ditanya hal seperti ini masih tidak bisa jawab. Aku coba tenang di beberapa menit tadi, dan akhirnya…tadhaaaaa! Aku ingat, ada teman yang sangat cerdas (beda umur), biasa dapat penghargaan, sudah S2 di usia masih sangat muda dan hafidzoh pula, keren kan? Waktu itu aku ingat, aku sangat sangat ingin tahu dengan perempuan yang satu ini, dan ternyata akhitnya aku tahu, dulu ia mondok di Pesantren Daar El-Qolam di Tangerang, Banten. *the power of kepepet ternyata berlaku juga di sini? 😅

“Sebentar mba Is, Iroh tunjukkan dulu picture-nya ya, siapa tahu saja suka dengan rekomendasi yang satu ini :

ruang kelas santri

ruang kelas santri dari dekat

saung, tempat para santri berbrowsing via wifi, laptop sudah disediakan dari pihak pesantren

Bagaimana mba Is, apakah suka?”

“Wow, keren tante, Risha mau ke situ, mau mau mauuuu…!” Eh, si Risha nyeletuk dari belakang.

“Iya itu bagus sekali tempatnya, tapi sekarang pondok pesantren kan ada yang Islam-nya agak gimana gitu…”dalam tanda kutip”…di situ bagaimana Iroh?”

Tuh kan tuh kan, aku terjebak dengan jawaban sendiri, makanya jangan sok tahu, Iroh! @__@

“Sepertinya sih tidak, mba Is, soalnya teman Iroh sampai sekarang damai-damai saja, sudah menikah, alhamdulillah mereka terlihat bahagia.”

“Oh, syukurlah kalau begitu, nanti aku bicarakan dulu dengan kaka iparmu, makasih ya Iroh.”

“Ok, siap, anytime.”

Tiba-tiba kepikiran, benar atau tidak sih itu pesantren bagus? Bagaimana nanti kalau ternyata kurang? Ah, daripada aku bingung bertanya-tanya tak jelas, akhirnya aku browsing, dan aku mendapatkan info ini :


*tapi mohon maaf, mungkin versi blog lain akan berbeda di urutannya. 😁

Tapi aku sudah cukup senang karena jawabanku tidak meleset, Gontor di peringkat 1, Daar El-Qolam di peringkat 3, alhamdulillah. 

“Mba Is, ini hasil browsing Iroh, buat meyakinkan saja, berarti itu pesantren bagus, sudah di situ saja mba Is, nanti Iroh tengokin sebulan sekali, siapa tahu jodohnya Iroh sedang mengajar di situ, haha 😂😂😂”

Si kaka diam saja sambil senyum-senyum sendiri melihat kelakuan adiknya. 

Hmmm, jadi ingat, beberapa tahun lalu sampai sekarang, aku jadi ingin mengaku. Tidak ada hal di dunia ini yang membuatku iri, karena aku percaya dan yakin, tidak ada yang tidak mungkin, semua bisa dicapai kalau kita mau berusaha dan berdoa.

Tapi…
ternyata ada satu hal yang tidak pernah bisa kucapai, “mondok”, aku baru ingin mondok setelah lulus SMU, ketahuan telat sekali tersadarnya. Dasar Iroh! Aku iri, jealous sekali dengan mereka yang selalu tentram hatinya, yang bicaranya satu demi satu, pelan dan menentramkan hati, yang sejuk dipandang, yang punya wajah senyum bercahaya, detik itu, saat itu juga, aku akan bertasbih berkali-berkali, Subhanallah, betapa beruntungnya perempuan cantik di depanku ini, pasti Engkau sangat menyayanginya, karena wajahnya begitu bercahaya, kapan giliranku, Tuhanku sayang? Sebelum hamba meninggalkan dunia fana ini, bisakah Engkau berikan juga untuk hamba, sedikit saja dari cahaya-Mu yang indah itu, lalu aku pun menangis sejadinya dalam hati. *duh, ketahuan cengengnya ya guys, maaf maaf maaf. 😅

Hanya orang-orang inilah yang membuatku selalu iri, bukan orang yang sok baik, sok alim tapi di belakang menyindir, mengeluarkan seluruh kemampuan untuk menjatuhkan temannya, bukan juga mereka yang menutup diri dengan hijab namun hati masih belum tertutup dari virus jahat, astaghfirullah, semoga Engkau jauhkan hamba dari sifat-sifat ini Ya Robb, dan semoga Engkau ampuni, Engkau segera sadarkan mereka, betapa aku menyayangi mereka, aku tidak akan membalasnya, sungguh Rabb-ku Yang Maha Baik, kuanggap mereka tidak mengenal Irofaruk dengan baik, makanya salah paham, aku akan tetap memperlakukan mereka dengan baik dengan sayang, karena :

“To know you means to love you”

yang dalam bahasa Indonesianya adalah “tak kenal maka tak sayang”

Wahai sahabatku, jika ada di antara kalian yang begitu padaku, sungguh tak apa, aku tidak akan membalasnya, janji, aku akan terus berdoa, semoga Allah membuka hatimu untuk bisa menyayangiku, seperti aku menyayangimu, hingga tidak ada lagi sebutan “haters” di dunia ini, aamiin aamiin semoga. 😇

Mungkin aku tidak akan bisa mondok karena telat, terlebih setelah dekat dengan seseorang, beberapa tahun lalu, semakin kuat keinginan itu, tapi di pikiranku jadi punya alternatif lain, guys. Kelak, saat aku menikah, aku ingin membicarakan masa depan dengan suami, kira-kira seperti ini :

“Sayang, bolehkah aku mengusulkan sesuatu?” aku mungkin akan memanggil suami dengan sebutan ini terlebih kalau sedang merajuk, heeee. 😅

“Boleh, apa itu sayang?” jawab ia kupikir akan begini juga.

“Ayo kita nabung, untuk pendidikan anak kita kelak, aku bukan orang yang berpengetahuan agama, aku menyesal sayang, bisakah kita tidak membuat anak kita menyesal juga? Bisakah kita membuatnya berpengetahuan agama? Ini hari pertama kita nikah, ayo kita menabung, lalu dari hasil tabungan kita kelak, ayo kita masukkan anak kita itu ke pesantren terbaik, bagaimana sayang, apakah kau setuju?” aku akan merajuk sejadinya, dengan pemikiran yang realistis tentunya.

“Aku setuju saja, tapi bagaimana dengan anak kita, jika ia tidak setuju, mungkin ia punya pilihan lain, misalnya”, mungkin jawaban suamiku yang bijak kelak akan seperti ini.

“Iya benar juga sayang, mmm, kalau begitu, kita seleksi dari sejak dini saja, berikan tontonan televisi yang mendidik, dekatkan ia dengan Islam semampu kita, seperti kita yang tidak suka acara gosip dan sinetron, insya Allah anak kita juga tidak akan suka”, aku selalu berharap, kelak suamiku tidak akan suka sinetron dan acara gosip, itu benar-benar kurang mendidik menurutku. 

“Iya baiklah sayang, kita akan coba sebisanya ya, bismillah…” pasti suamiku akan luluh juga, insya Allah.

So guys, bagaimana dengan kalian? Pernahkah membayangkan berdialog dengan suami yang belum ada tentang masa depan anak-anak kalian kelak? 

Share please, aku ingin tahu! 😎😎😎

Salam,


Irofaruk
^__*

Note : versi bahasa gaul dari postingan ini bisa dilihat di blog saya yang lain, di sini : Membicarakan Masa Depan

2 komentar:

  1. Aku jga pernah ingin mondok tp dilarang sama ortu ku :'(

    BalasHapus
  2. loh knp dilarang? padahal sprtinya menyenangkan 😊

    BalasHapus